Hadits (ejaan
KBBI: Hadis, Bahasa Arab: الحديث dengarkan (bantuan·info),
transliterasi: Al-Hadîts), adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan
dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan syariat
Islam. Hadits dijadikan sumber hukum Islam selain al-Qur'an yang mana
kedudukannya hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur'an.
Kedudukannya yang lebih lengkap adalah sebagai berikut:
v Al-Qur'an
v Hadits
v Ijtihad
Ijtihad
dibedakan menjadi 2 Yaitu:
v Ijma (kesepakatan
para ulama)
v Qiyas (menetapkan
suatu hukum atas perkara baru yang belum ada pada masa Nabi Muhammad hidup).
Etimologi
Hadits
secara harfiah berarti "berbicara", "perkataan"
atau "percakapan". Dalam terminologi Islam istilah hadits
berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad
SAW.
Menurut
istilah ulama ahli hadits,[siapa?] hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari
Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: taqrîr),
sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (Arab: bi'tsah)
dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti hadits di sini semakna
dengan sunnah.
Kata
hadits yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka
pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan
maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan
ataupun hukum.[1] Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata
infinitif,[2] maka kata tersebut adalah kata benda.[3]
Struktur hadits
Secara
struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai
penutur) dan matan (redaksi).
Contoh:Musaddad
mengabari bahwa Yahya sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari
Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: "Tidak sempurna iman
seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta
untuk dirinya sendiri" (hadits riwayat Bukhari)
Sanad
Sanad
ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh
penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab
hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu
riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan
adalah
Al-Bukhari
--> Musaddad --> Yahya --> Syu’bah --> Qatadah --> Anas -->
Nabi Muhammad SAW
Sebuah
hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi
dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah.
Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan menentukan
derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.
Jadi
yang perlu dicermati dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya ialah :
v Keutuhan
sanadnya
v Jumlahnya
v Perawi
akhirnya
Sebenarnya,
penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini diterapkan
di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi
mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.
Matan
Matan
ialah redaksi dari hadits, dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan
ialah:
"Tidak
sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk
saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"
Terkait
dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadits
ialah:
Ujung
sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
Matan
hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat
sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan
ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).
Klasifikasi
hadits
Hadits
dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung
sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian
hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan)
Berdasarkan
ujung sanad
Berdasarkan
klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu (terangkat), mauquf (terhenti)
dan maqtu:
Hadits
Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW
(contoh: hadits sebelumnya)
Hadits
Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa
ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat
marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum
waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair
mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Namun jika
ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami diperintahkan..",
"Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama
rasulullah" maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan
setara dengan marfu'.
Hadits
Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus).
Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan
sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah
agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu".
Keaslian
hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor
lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini
tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan
Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat maupun tabi'in dimana hal ini sangat
membantu dalam area perkembangan dalam fikih (Suhaib Hasan, Science of Hadits).
Berdasarkan
keutuhan rantai/lapisan sanad
Berdasarkan
klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati', Mu'allaq, Mu'dal dan Mursal.
Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan
dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.
Ilustrasi
sanad: Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2
(tabi'in) > penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW
Hadits
Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki
hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur
memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi.
Hadits
Mursal, bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in
menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2)
mengatakan "Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat
yang menuturkan kepadanya).
Hadits
Munqati', bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3
Hadits
Mu'dal, bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
Hadits
Mu'allaq, bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh: "Seorang
pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah
mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).
Berdasarkan
jumlah penutur
Jumlah
penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad,
atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut.
Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits mutawatir dan hadits
ahad.
Hadits
mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa
sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta
bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah
penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda
pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20
dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan
antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat)
dan ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap
riwayat)
Hadits
ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai
tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara
lain :
Gharib,
bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya
satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur)
Aziz,
bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)
Mashur,
bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah
satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.
Berdasarkan
tingkat keaslian hadits
Kategorisasi
tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan
kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut.
Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih,
hasan, da'if dan maudu'
Hadits
Sahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Sanadnya
bersambung;
Diriwayatkan
oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak
fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
Matannya
tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab
tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits.
Hadits
Hasan, bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg
adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
Hadits
Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa
mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang
yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
Hadits
Maudu, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya
dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.
Jenis-jenis lain
Adapun
beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas
antara lain:
Hadits
matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu hadits yang hanya
diriwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.
Hadits
mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah
yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
tepercaya/jujur.
Hadits
mu'allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya
terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa
hadits Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata
ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut hadits Ma'lul (yang dicacati) dan
disebut hadits Mu'tal (hadits sakit atau cacat)
Hadits
mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidaksama dan
kontradiksi dengan yang dikompromikan
Hadits
maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan ileh perawi
yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik
berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi)
Hadits
gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya
berubah
Hadits
mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya
Hadits
syadz, hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi orang yang
tepercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari
perawi-perawi yang lain.
Hadits
mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya karena diriwayatkan
melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal
sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi, hadits Mudallas ini
ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
Periwayat
hadits
Sampul
kitab hadits Sahih Bukhari
Periwayat
umat Muslim
v Shahih
Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H).
v Shahih
Muslim, disusun oleh Muslim (204-262 H).
v Sunan
Abu Dawud, disusun oleh Abu Dawud (202-275 H).
v Sunan
at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H).
v Sunan
an-Nasa'i, disusun oleh an-Nasa'i (215-303 H).
v Sunan
Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah (209-273).
v Musnad
Ahmad, disusun oleh Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H).
v Muwatta
Malik, disusun oleh Imam Malik (93-179 H).
v Sunan
Darimi, disusun oleh Ad-Darimi (181-255 H).
Periwayat
umat Syi'ah
Umat Syi'ah hanya
mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad SAW, melalui Fatimah
az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi'ah tidak
menggunakan hadits yang berasal atau diriwayatkan oleh mereka yang menurut
kaum Syi'ah diklaim memusuhi Ali, seperti Aisyah, yang melawan
Ali pada Perang Jamal.
Ada
beberapa sekte dalam Syi'ah, tetapi sebagian besar menggunakan:
v Ushul
al-Kafi
v Al-Istibshar
v Al-Tahdzib
v Man
La Yahduruhu al-Faqih
Beberapa
istilah dalam ilmu hadits
Berdasarkan
siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu
hadits antara lain:
v Muttafaq
Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal dengan hadits
Bukhari dan Muslim
v As-Sab'ah berarti
tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam
Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah.
v As-Sittah maksudnya
enam perawi yakni mereka yang tersebut di atas selain Ahmad bin Hambal (Imam
Ibnu Majah)
v Al-Khamsah maksudnya
lima perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Imam Bukhari dan Imam
Muslim
v Al-Arba'ah maksudnya
empat perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan
Imam Muslim
v Ats-Tsalatsah maksudnya
tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam
Muslim dan Ibnu Majah.
Pembentukan
dan Sejarahnya
Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Sejarah hadits
Hadits
sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad
sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul
dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak
mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan
kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku hadits. Itulah
pembentukan hadits.
Masa
pembentukan hadits
Masa
pembentukan hadits tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah
lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini hadits belum ditulis, dan hanya berada
dalam benak atau hafalan para sahabat saja. perode ini disebut al
wahyu wa at takwin. Pada saat ini Nabi Muhammad sempat melarang penulisan
hadits agar tidak tercampur dengan periwayatan Al Qur'an, namun setelah
beberapa waktu, beliau Shalallahu alaihi wassallam membolehkan penulisan hadits
dari beberapa orang sahabat yang mulia, seperti Abdullah bin Mas'ud, Abu Bakar,
Umar, Abu Hurairah, Zaid bin Tsabit, dllnya. Periode ini dimulai sejak muhammad
diangkat sebagai nabi dan rosul hingga wafatnya (610M-632 M).
Masa
Penggalian
Masa
ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi'in, dimulai sejak wafatnya
Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini hadits belum ditulis
ataupun dibukukan, kecuali yang dilakukan oleh beberapa sahabat seperti Abu
Hurairah, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Abdullah bin Mas'ud, dllnya.. Seiring
dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang
mendorong para sahabat saling bertukar hadits dan menggali dari sumber-sumber
utamanya.
Masa
penghimpunan
Masa
ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi'in yang mulai menolak menerima
hadits baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang
bergeser ke bidang syari'at dan 'aqidah dengan munculnya hadits palsu. Para sahabat
dan tabi'in ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang
terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada hadits baru yang belum
pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi
sumber dan pembawa hadits itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah 'Umar bin
'Abdul 'Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi'in memerintahkan penghimpunan
hadits. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan hadits yang terhimpun belum
dipisahkan mana yang merupakan hadits marfu' dan mana yang mauquf dan mana yang
maqthu'.
Masa
pendiwanan dan penyusunan
Abad
3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan hadits. Guna
menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami hadits sebagai
prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan hadits dan
memisahkan kumpulan hadits yang termasuk marfu' (yang berisi perilaku Nabi
Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu' (berisi
prilaku tabi'in). Usaha pembukuan hadits pada masa ini selain telah
dikelompokkan (sebagaimana dimaksud di atas) juga dilakukan penelitian Sanad
dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi)
atas hadits yang ada maupun yang dihafal. Selanjutnya pada abad 4 H, usaha
pembukuan hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini
telah selesai melakukan pembinaan maghligai hadits. Sedangkan abad 5 hijriyah
dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab hadits seperti menghimpun
yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber
utamanya kitab-kitab hadits abad ke-4 Hijriyah.
Kitab-kitab
hadits
Berdasarkan masa
penghimpunan hadits :
Abad
ke-2 Hijriyah
Beberapa
kitab yang terkenal:
v Al
Muwaththa oleh Malik bin Anas
v Al
Musnad oleh Ahmad bin Hambal (tahun 150 - 204 H / 767 - 820 M)
v Mukhtaliful
Hadits oleh As Syafi'i
v Al
Jami' oleh Abdurrazzaq Ash Shan'ani
v Mushannaf
Syu'bah oleh Syu'bah bin Hajjaj (tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M)
v Mushannaf
Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 - 190 H / 725 - 814 M)
v Mushannaf
Al Laist oleh Al Laist bin Sa'ad (tahun 94 - 175 / 713 - 792 M)
v As
Sunan Al Auza'i oleh Al Auza'i (tahun 88 - 157 / 707 - 773 M)
v As
Sunan Al Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)
Dari
kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat perhatian para 'lama hanya tiga,
yaitu Al Muwaththa', Al Musnad dan Mukhtaliful Hadits. Sedangkan selebihnya
kurang mendapat perhatian akhirnya hilang ditelan zaman.
Abad
ke-3 H
Musnadul
Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam lainnya yaitu Kitab Shahih, Kitab
Sunan dan Kitab Musnad yang selengkapnya :
v Al
Jami'ush Shahih Bukhari oleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M)
v Al
Jami'ush Shahih Muslim oleh Muslim (204-261 H / 820-875 M)
v As
Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M)
v As
Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275 H / 817-889 M)
v As
Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M)
v As
Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M)
v As
Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)
Abad
ke-4 H
v Al
Mu'jamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
v Al
Mu'jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
v Al
Mu'jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
v Al
Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M)
v Ash
Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M)
v At
Taqasim wal Anwa' oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M)
v As
Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M)
v Al
Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)
v As
Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
v Al
Mushannaf oleh Ath Thahawi (239-321 H / 853-933 M)
v Al
Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)
Abad
ke-5 H dan selanjutnya
Hasil penghimpunan
Bersumber
dari Kutubus sittah saja:
v Jami'ul
Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M)
v Tashiful
Wushul oleh Al Fairuz Zabadi (? - ? H / ? - 1084 M)
Bersumber
dari kutubus sittah dan kitab lainnya
v Jami'ul
Masanid oleh Ibnu Katsir (706-774 H / 1302-1373 M)
Bersumber
dari selain kutubus sittah
v Jami'ush
Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H / 1445-1505 M)
Hasil pembidangan (mengelompokkan
ke dalam bidang-bidang)
Kitab
Al Hadits Hukum, diantaranya :
v Sunan oleh
Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
v As
Sunannul Kubra oleh Al Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M)
v Al
Imam oleh Ibnul Daqiqil 'Id (625-702 H / 1228-1302 M)
v Muntaqal
Akhbar oleh Majduddin Al Hirani (? - 652 H / ? - 1254 M)
v Bulughul
Maram oleh Ibnu Hajar Al Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
v 'Umdatul
Ahkam oleh 'Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M)
v Al
Muharrar oleh Ibnu Qudamah Al Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M)
Kitab
Al Hadits Akhlaq
v At
Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
v Riyadhus
Shalihin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
v Syarh (semacam
tafsir untuk hadits)
v Untuk
Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani
(773-852 H / 1371-1448 M)
v Untuk
Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam An-Nawawi (631-676
H / 1233-1277 M)
v Untuk
Shahih Muslim terdapat Al Mu'allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142
M)
v Untuk
Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh Asy-Syaukani (wafat
1250 H / 1834 M)
v Untuk
Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash-Shan'ani (wafat
1099 H / 1687 M)